Thursday, November 17, 2011

Antifouling Activity of Bacterial Symbionts of Seagrasses against Marine Biofilm-Forming Bacteria

Bintang Marhaeni1,2, Ocky Karna Radjasa3, 4*, Miftahuddin Majid Khoeri3, Agus Sabdono4, Dietriech G. Bengen1, Herawati Sudoyo3

1Graduate School of Marine Sciences, Bogor Agricultural University, Bogor, West Java, Indonesia;
2Department of Fisheries and Marine Science, Soedirman University, Purwokerto, Central Java, Indonesia;
3Marine Microbiology Unit, Eijkman Institute for Mo-lecular Biology, Jakarta, Indonesia;
4Department of Marine Science, Diponegoro University, Semarang, Central Java, Indonesia.
Email: ocky_radjasa@undip.ac.id

ABSTRACT
Marine biofouling has been regarded as a serious problem in the marine environment. The application of TBT and other heavy metal-based antifoulants has created another environmental problem. The present study explored the possi- ble role of baterial symbionts of seagrasses Thalassia hemprichii, and Enhalus acoroides, which were successfully screened for antifouling activity against marine biofilm-forming bacteria isolated from the surrounding colonies of seagrasses. Bacterial symbionts were isolated and tested against biofilm-forming bacteria resulted in 4 bacterial sym- bionts capable of inhibiting the growth biofilm-forming isolates. Molecular identification based on 16S rRNA gene se- quences revealed that the active bacterial symbionts belonged to the members of the genera Bacillus and Virgibacillus. Further tests of the crude extracts of the active bacterial symbionts supported the potential of these symbionts as the alternative source of environmentally friendly marine antifoulants.

Source : http://www.scirp.org/journal/PaperDownload.aspx?paperID=8290&returnUrl=http%3a%2f%2fwww.scirp.org%2fjournal%2fPaperInformation.aspx%3fPaperID%3d8290%26JournalID%3d144

Wednesday, November 16, 2011

Symposium on Coastal Resource Management and Development

29 – 30 November 2011
Diponegoro University
Semarang, INDONESIA

Hosted by
Journal of Coastal Development
An official journal of ISOI
and supported by
Directorate General of Higher Education
Ministry of National Education

BACKGROUND

Despite their richness on natural resources that have served the coastal population, coastal ecosystems have been focal points of human settlement and marine resource use throughout history. Long terms of overexploitation, habitat transformation, and pollution have obscured the total magnitude of coastal degradation and biodiversity loss and have undermined their ecological resilience.
Coastal zones and their resources are also threatened by the effect of climate change including global warming. The occurrences of coral bleaching, seawater rise, and the emerging coral diseases have become serious problem in the coastal areas.
Integrating management and development issues in a scientific manner, the symposium will provide an opportunity for regulator, environmental managers, academics, scientists and decision makers to develop and promulgate innovative methodologies, techniques, and policies used for management and development of coastal and marine resources.
The many subdiciplines involved in the management and development of coastal and marine issues can come together in one forum.
Either you are new to the management and development of coastal and marine resources, or or have participated in various programs, welcome to this opportunity to make a difference in helping to better understand and manage as well as develop coastal and marine resources.

OBJECTIVE

The symposium is dedicated to serve as a forum to all aspects of increasingly important fields of coastal resource management and development, including but not limited to biological, chemical, medical, physical, cultural, economic, social developments.
The symposium will be held at Widya Puraya Building, 1st floor, Diponegoro University 50275, Semarang. We are looking forward to your participation which will help to make this symposium a success on both scientific and social level.


TOPICS


Interdisciplinary in scope, symposium will accept the following contributions related to one of the selected topics:
 Management and Social Economics
 Marine Processing and Biotechnology
 Climate Change
 Mariculture

Keynote speakers:

Four plenary speeches wil be delivered by prominent speakers who will highlight some important topics on coastal resource management and development, including:
1. Prof. Jamaluddin Jompa (Coremap, Ministry of Marine Affair and Fisheries-Indonesia)
Management of Indonesian coral reefs: Lessons learned from Coremap
2. Prof.Soottawat Benjakul (Prince of Songkhla University-Thailand)
The use of phenolic compounds for quality improvement of seafood
3. Thomas Darmawan (Chair person AP5I-Indonesia)
Marketing strategy of fish and marine products to breakthrough global market
4. Ika Kertati (NGO)
Empowerment on coastal communities

PARTICIPANTS :
The symposium will serve as a forum for researchers, managers, decision makers, students, NGO and other parties relevant to management and development of coastal and marine environments.
VENUE:
The symposium will be held at Widya Puraya Building, Diponegoro University, Tembalang, Semarang 50275, Indonesia
REGISTRATION FEE
General participants Rp. 250.000,-
Students Rp. 200.000,-
Payment can be made by transfer through
Bank Mandiri, Pandanaran branch
Account No.: 135-0002065868
Holder : Endang Istiningsih qq Cosdev
Important deadlines
Abstract submission 15/11/2011
Abstract decision 22/11/2011
Symposium 29-30/11/2011
Publication
Selected abstracts will be invited to submit full papers for possible publication in the open access Journal of Coastal Development. All selected papers will be peer-reviewed according to journal’s rule. Partial waiving cost will be applied to accepted articles.

Organizing Committee
Chairperson : Ocky Karna Radjasa
Secretary : Tri Winarni Agustini

Further information :
For further information regarding the symposium, please kindly contact:

Ocky Karna Radjasa
Email : ocky_radjasa@yahoo.com
Mobile: 081326331329

Tri Winarni Agustini
Email : tagustini@yahoo.com
Mobile: 081325181670

A Ronin Hidayatullah
Email : aron_nin@yahoo.com
Mobile : 081805933944

source : http://www.lppm.undip.ac.id/images/stories/umum/symposium_coastdev.pdf

Thursday, November 10, 2011

Eijkman Teliti Sumber Obat dari Biota Laut Indonesia

Jakarta Kamis 10/11/2011, Lembaga Biologi Molekular Eijkman tengah meneliti sumber obat-obatan dari biota laut di perairan Indonesia. Lembaga penelitian ini tengah fokus meneliti organisme laut di Karimun Jawa dan segitiga terumbu karang (coral triangle) antara Sulawesi dan Maluku Utara untuk mencari antibiotik baru.

"Laut kita organismenya banyak sekali dan kita tidak tahu banyak tentang itu serta bagaimana memanfaatkan sumber daya alam. Karenanya fungsi kita melakukan penelitian dasar untuk mendukung aplikasi langsung," ujar Direktur Eijkman Institute for Molecular Biology, Profesor Sangkot Marzuki, AM, MD, PhD, DSc disela-sela acara The 5th International Eijkman Conference di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (10/11/2011).

Hal senada diungkapkan Principal Investigator Deputy Director dari Eijkman Institute for Molecular Biology, Herawati Sudoyo, MD, PhD yang menuturkan saat ini sudah mengumpulkan banyak sumber termasuk invertebrata. Peneliti meneliti bagaimana invertebrata itu mempertahankan tubuhnya dari serangan bakteri di laut.

"Mereka pasti punya anti (bodi) di tubuhnya, itu kita cek dengan berbagai antibiotik yang kita pakai, dari situ kita bisa tahu binatang ini memproduksi zat apa terhadap amphisilin, tetrasiklin dan sebagainya," ujar Herawati.

Herawati mengungkapkan jika peneliti berhasil menemukan bioaktif selain yang diujikan, berarti menemukan obat baru yang berasal dari tubuh binatang itu sendiri.

Saat ini peneliti sudah melakukan eksplorasi di daerah Karimun Jawa dan coral triangle antara Sulawesi dan Maluku Utara, karena keduanya merupakan daerah yang paling kaya. Penelitian juga kemungkinan akan dilakukan di Raja Ampat karena banyak organisme yang belum dikenal dan bisa menjadi aset.

"Selama ini sumber obat dari daratan, karena untuk eksplorasi laut harus punya sumber daya manusia yang mengerti betul tentang mikrobiologi kelautan. Sekarang kita sudah punya penelitinya, membentuk group dan baru mulai kegiatan ini kira-kira baru 2 tahun ini," ujar Herawati.

Menurut Herawati untuk mengisolasi mikroorganisme dari tubuh manusia akan dikembangkan ke dalam medium yang mirip. Kalau berasal dari daratan gampang mengerti medium biakannya tapi kalau berasal dari laut maka harus tahu komposisinya yang terbiasa dengan kadar garam tinggi. Untuk itu dibutuhkan ahli mikrobiologi kelautan.

"Sedangkan untuk menjadi obat membutuhkan waktu 10 tahun dan dana jutaan dollar. Peran kita hanya memberikan target-target baru seperti memberitahu senyawa aktif apa yang didapat dan melakukan biology assay untuk tahu senyawa ini bisa digunakan terhadap mikrobacterium atau virus apa saja," ungkap Herawati.

Selain itu Prof Sangkot berharap acara 'The 5th International Eijkman Conference' ini bisa memberikan fokus-fokus baru dan reorientasi mana penelitian yang penting dan mana yang sudah tidak penting lagi karena ilmu pengetahuan terus bergerak.

"Fokus yang ada seperti dalam hal malaria dan pembuatan vaksin dengan menggunakan teknologi terbaru untuk penyakit infeksi seperti dengue, hepatitis, influenza," jelas Prof Sangkot.

Lembaga Biologi Molekular Eijkman punya posisi yang strategis di dalam dunia penelitian Indonesia. Lembaga yang didirikan oleh Christian Eijkman pada tahun 1888 itu bekerja dalam penelitian biologi molekul terutama kaitannya dengan diagnostik pengobatan maupun pencegahan penyakit.

Yang menjadi masalah saat ini adalah penelitian-penelitian lokal masih jarang yang diekspose oleh kalangan dalam negeri sendiri, padahal banyak karya penelitian yang dihasilkan lembaga Eijkman yang diakui secara internasional.



Source : http://www.detikhealth.com/read/2011/11/10/160218/1764762/763/eijkman-teliti-sumber-obat-dari-biota-laut-indonesia

Thursday, November 3, 2011

CHARACTERIZATION OF CAROTENOID PIGMENTS FROM BACTERIAL SYMBIONTS OF SEAGRASS Thalassia hemprichii

Sri Achadi Nugraheni, Miftahuddin Majid Khoeri, Lia Kusmita, Yustin Widyastuti, Ocky Karna Radjasa

Abstract

Carotenoids are pigments that can be used in various applications including cosmetics and precursor of
vitamins A. Carotenoids are mostly found in higher plant leaves, fruit, and bacteria. Marine bacteria
associated with seagrass Thalassia hemprichii collected from Menjangan Kecil Waters, Karimunjawa
Islands were screened to produce the pigment and has allowed the use of these microrganism as an
environmental friendly alternative source of new natural pigment. The isolation of bacterial symbionts on
Zobell 2216E medium from seagrass Thalassia hemprichii resulted in 20 isolates of which 8 bacterial
symbionts have produced pigments but only one bacterium positively synthesize carotenoids. Initial analysis
with atomic absorption spectrophotometric method revealed that the wave lengt of bacterial pigment were in
the range of 300-600 nm, which are categorized that within the group of carotenoid pigments. From the
results of molecular identification by 16S rDNA method, it was shown that bacterium TH8 was closely
related to Bacillus licheniformis with 98% homology value.

ANTIBACTERIAL ACTIVITIES OF BACTERIAL SYMBIONTS OF SOFT CORAL Sinularia sp. AGAINST TUBERCULOSIS BACTERIA

S. Sulistiyani, Sri Achadi Nugraheni, Ocky Karna Radjasa, Agus Sabdono, Miftahuddin Majid Khoeri

Abstract

Tuberculosis (TB) is caused by Mycobacterium tuberculosis. Although TB is a curable disease, it continues to
be one of the most important infectious causes of death worldwide. Indonesia ranks 3rd on the list of TB high
burden countries in the world with 86,000 cases deaths and the Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB)
estimated cases in Indonesia is 10,000. This research was aimed to isolate and characterize of soft coral
Sinularia sp.-associated bacteria having antibacterial activity against Tuberculosis bacteria. There were
109 isolates collected from Sinularia sp. Two isolates from Sinularia sp.-associated bacteria, SC4TGZ3 and
SC4TGZ4 were successfully screened for antibacterial against Tuberculosis bacteria. SC4TGZ3 was found to
inhibit the growth of MDR TB strain HE, MDR TB strain SR and H37Rv. Whereas, SC4TGZ4 was found to
inhibit the growth of MDR TB strain HE. Based on PCR amplification 16S rDNA softcoral bacateria were
identified as follows: SC4TGZ3 was closely related to Pseudovibrio sp. and SC4TGZ4 was closely related to
Alpha proteobacterium sp.

BIOPROSPECTING OF BACTERIAL SYMBIONT OF TUNICATE Didemnum molle FROM SAMBANGAN, KARIMUNJAWA ISLANDS

Miftahuddin Majid Khoeri, Ocky Karna Radjasa, Agus Sabdono and Herawati Sudoyo

Abstract

Coral reef is a productive ecosystem with high biodiversity in the sea and being targeted to find a useful bioactive compound. However, the serious problem in development of bioactive compounds from marine invertebrate is the supply problem, because to get a small amounts of active compounds a massive numbers of sea organisms are needed. Tunicate is an animal in coral reef ecosystem that produces many bioactive compounds with pharmacological activities, such as, antibacterial, antitumor, and anticancer compounds. It has been reported that bacterial symbionts of coral reef invertebrates may synthesize the same compounds as the host. The purposes of this research are to isolate and to identify microbes which have antibacterial activity against MDR bacteria based PCR 16S rRNA and to detect the existence of PKS and NRPS biosynthetic gene fragments from tunicate bacteria of Didemnum molle. Out of 15 bacterial isolates, one isolate showed antibacterial potential against Escherichia coli and Staphylococcus sp. Molecular identification result showed that TS2A5 bacterium has a homology of 99 % with Virgibacillus sp. strain GSP17 16S ribosomal RNA gene. This isolate was also capable of amplifying NRPS gene fragment.

Thursday, September 15, 2011

Mengenali kadar kolesterol pada makanan

Pada dasarnya, kolesterol yang cukup tinggi terdapat pada makanan hewani. Meskipun proses pengolahannya tidak mengurangi atau menambahkan jumlah kolesterol, akan tetapi konsumsi lemak jenuh dan lemak trans dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh. Agar kita lebih waspada, berikut adalah beberapa jenis makanan dari yang aman hingga perlu kita waspadai, atau bahkan hindari.


AMAN DI KONSUMSI
No Jenis Makanan Kolesterol / 100gr (mg)
1 Putih Telur Ayam 0
2 Susu Sapi tanpa lemak 0
3 Daging Ayam pilihan tanpa kulit 5
4 Daging Bebek pilihan tanpa kulit 5
5 Ikan Sungai Air Tawar Biasa 5.5
6 Daging Sapi pilihan tanpa lemak 6
7 Daging Kelinci 6.5
8 Daging Kambing tanpa lemak 7
9 Ikan Ekor Kuning 8.5


PERLU DI BATASI
No Jenis Makanan Kolesterol / 100gr (mg)
1 Daging Asap (ham) 9.8
2 Iga Sapi 10
3 Daging Sapi 10.5
4 Burung Dara 11
5 Ikan Bawal 12
6 Daging Sapi dengan Lemak 12.5


PERLU BERHATI - HATI
No Jenis Makanan Kolesterol / 100gr (mg)
1 Gajih Sapi 13
2 Gajih Kambing 13
3 Keju 14
4 Sosis Daging 15
5 Kepiting 15
6 Udang 16
7 Kerang / Siput 16
8 Belut 18.5


WAJIB DI KURANGI
No Jenis Makanan Kolesterol / 100gr (mg)
1 Santan Kelapa 18.5
2 Susu Sapi 25
3 Susu Sapi Full Cream 28
4 Cokelat 29
5 Mentega 30
6 Jeroan Sapi 38
7 Kerang Putih, tiram, remis 45
8 Telur Ayam 50
9 Jeroan Kambing 61


WAJIB DI HINDARI
No Jenis Makanan Kolesterol / 100gr (mg)
1 Cumi-Cumi 117
2 Kuning Telur Ayam 200
3 Otak Sapi 230
4 Telur Burung Puyuh 364


Perlu diingat, bahwa daftar tersebut hanyalah perbandingan tingkat kolesterol untuk jenis - jenis makanan, bukan mewakili seluruh nilai gizi dalam makanan-makanan tersebut.

Source :
http://menujuhijau.blogspot.com

Sunday, June 26, 2011

Ada Dunia Mikroba di Sea World

Para pengunjung Sea World Indonesia kini dapat menemukan hal baru di tempat rekreasi bertemakan kehidupan laut tersebut. Mulai (18/6/2011) ini Sea World membuka wahana baru bernama Vitacharm Microworld.

Di dalam wahana baru ini, para pengunjung dapat melihat dan mengenal lebih dekat jasad renik alias mikroba. Wahana ini dibuka berkat kerja sama dengan salah satu produsen yoghurt.

"Wahana ini dibangun atas dasar kesamaan visi agar anak-anak bisa melihat langsung apa yang kini hanya bisa mereka lihat dari buku," kata Direktur Sea World Indonesia, Sonny W Widjanarko.

Microworld juga merupakan salah satu bentuk komitmen Sea World untuk edukasi. "Sea World ini sudah besar, tapi belum menyentuh hal kecil. Maka, kita ingin lakukan hal ini. Mikroba ini kecil, tapi menopang banyak dan kita kadang enggak tahu," ungkap Rika Sudranto, Assisten General Manager Sea World Indonesia.

Susianni Lie, ahli mikrobiologi dari Riset dan Inovasi Orang Tua Grup, mengatakan bahwa banyak mikroba yang berperan dalam kehidupan, tetapi tak banyak diketahui. Misalnya, kalau di laut ada minyak tumpah, ilmuwan akan memakai mikroba yang berguna menguraikan minyak.

Untuk tahap awal, ada enam jenis mikroba yang dikenalkan. Ada mikroba golongan Rotifera yang merupakan makanan bagi juvenil ikan laut, golongan Crustacea atau udang-udangan kecil yang disebut Artemia dan Paramaecium, golongan mikroba yang memiliki banyak cilia. Tiga jenis lainnya adalah mikroba probiotik, yaitu Acidophilus digestiva, Casei immunita, dan Bifido defensia. Ketiganya berperan dalam pencernaan dan ketahanan tubuh.

Untuk melihat sang mikroba, wahana dilengkapi dengan mikroskop yang terhubung dengan layar televisi. Sampel air yang mengandung mikroba telah diletakkan di mikroskop dan citra mikroba itu ditampilkan di layar televisi sehingga bisa dilihat lebih mudah."Ini live. Jadi mikrobanya masih hidup," kata Rika.

Jadi, pengunjung bisa melihat aktivitas mikroba. Untuk memberi wawasan, ada guide yang bertugas menjelaskan. Sementara itu, pengunjung termasuk anak-anak juga bisa praktik memakai mikroskop untuk melihat mikroba.

Rika menambahkan, dengan memperlihatkan mikroba, masyarakat terutama anak-anak bisa mulai mencintai dunia mikro-organisme. Selain itu, masyarakat yang selama ini menganggap bahwa semua mikroba merugikan juga mengerti bahwa ternyata ada bakteri menguntungkan.

Bersamaan dengan pembukaannya, Vitacharm Microworld juga membuat Sea World meraih rekor ke-26 Muri. Wahana terbaru ini ditetapkan sebagai wahana pertama yang menampilkan mikroba.

Rika mengatakan, pengembangan wahana dimungkinkan jika respons masyarakat baik. "Kita nanti bisa kulturkan kalau respons masyarakat baik. Lalu tentang penyakit, bakteri apa yang menyebabkan. Kemudian mikroba di laut itu apa saja," kata Rika.

Source : http://sains.kompas.com/read/2011/06/18/17053772/Ada.Dunia.Mikroba.di.Sea.World

Thursday, April 21, 2011

Manfaat Buah Apel Bagi Wanita

Memakan satu buah apel sehari dipercaya dapat membuat seseorang terbebas dari penyakit. Tapi lebih dari itu, apel ternyata juga memiliki banyak manfaat, terutama bagi para wanita. Ini di antaranya.

Prof. Bahram H. Arjmandi, seperti Fox News, mengatakan bahwa wanita yang mengonsumsi apel satu buah sehari dalam enam bulan akan menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) di dalam tubuh sebanyak 23 persen. Sebaliknya kadar kolesterol baik (HDL) dalam tubuhnya akan meningkat sebanyak 4 persen.

Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 160 wanita berumur 45-65 tahun menemukan, para wanita yang mengonsumsi lebih sedikit apel memiliki kandungan lipid hydroperoxide, lemak yang dapat merusak sel-sel dalam tubuh serta protein C-reaktif, yang dapat menyebabkan peradangan di dalam tubuh.

Yang paling menyenangkan bagi wanita, apel dapat membuat mereka kehilangan rasa lapar karena mengandung 240 kalori per buah. Namun mengonsumsi apel tak akan membuat berat badan mereka bertambah, sehingga lekuk tubuh pun tetap terjaga.

Source : berita.yahoo.com

Wednesday, April 20, 2011

Penyakit Misterius Menyerang Terumbu Karang

Penyakit Misterius Menyerang Terumbu Karang – Semarang: Pakar ilmu kelautan Universitas Diponegoro Semarang, Profesor Agus Sabdono, mengatakan, kerusakan terumbu karang di perairan Karimunjawa disebabkan suatu penyakit misterius.

“Terumbu karang yang terserang penyakit itu akan berubah warna menjadi merah muda dan dalam waktu antara 2-3 bulan akan mati. Ini yang tengah kami teliti saat ini,” katanya di Semarang, Senin (11/4).

Agus yang akan dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip itu menjelaskan terumbu karang yang terkena gejala menyerupai itu sebenarnya pernah ditemukan di perairan India.

Ia mengatakan, gejalanya hampir sama yakni terumbu karang berubah warna menjadi merah muda. Namun, di India polanya hanya garis-garis di terumbu karang, sedangkan di perairan Karimunjawa menyeluruh.

“Luasan terumbu karang yang terkena penyakit itu sudah cukup besar. Saya tidak ingat persis angkanya, namun terumbu karang berpenyakit itu banyak ditemukan di sebelah Utara Pulau Sambangan, Pulau Karimunjawa,” katanya.

Selain penyakit itu, pihaknya juga menemukan berbagai penyakit lain yang menyerang terumbu karang seperti white plaque tipe I, tipe II, tipe III, dan black bone disease.

Ia mengemukakan, penyakit yang menjangkiti itu juga bisa membuat terumbu karang berubah warna seperti white plaque membuat warna berubah putih atau black bone disease membuat terumbu karang menghitam.

“Kalau penyakit-penyakit ini biasa ditemukan di terumbu karang, namun untuk yang membuat warna terumbu karang berubah merah muda itu belum pernah ditemukan. Namun, penyebabnya karena bakteri,” katanya.

Ia menjelaskan, penyebab berbagai penyakit yang menyerang terumbu karang itu karena bakteri, diperparah dengan tekanan alam, termasuk pencemaran yang semakin memperlemah sistem pertahanan diri terumbu karang.

“Serangan bakteri ini terjadi mulai level molekuler, sel, hingga ke jaringan terumbu karang sehingga dalam waktu cepat akan membuat terumbu karang mati,” katanya.

Penyakit yang menyerang terumbu karang itu, tentunya merugikan, karena terumbu karang memiliki berbagai fungsi seperti obat-obatan, bahan budi daya, dan pencegah abrasi pantai.

“Untuk hewan-hewan laut lainnya, terumbu karang juga menjadi sumber makanan dan tempat hidup seperti udang-udangan, kerang-kerangan, oktopus, dan rumput laut,” katanya.

Pihaknya sedang meneliti langkah untuk membasmi penyakit tersebut dan mengembalikan kondisi serta fungsi terumbu karang secara baik seperti sedia kala.

Wednesday, March 30, 2011

Pasien Malaria Stop Gunakan Obat Cloroquin

Metrotvnews.com, Timika: Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kementerian Kesehatan, Dr Rita Kusriastuti MSc, mengemukakan obat cloroquin sudah resisten untuk mengobati penyakit malaria sehingga tidak boleh lagi dipakai.

"Kita harus stop berikan cloroquin kepada pasien yang terserang penyakit malaria," kata Rita kepada ANTARA di Timika, Rabu (30/3).

Ia mengemukakan hal itu di sela-sela kegiatan seminar dan lokakarya Rencana Strategi Penanggulangan Malaria di Kabupaten Mimika tahun 2011-2026 kerja sama Dinas Kesehatan Mimika, Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK), dan PT Freeport Indonesia bertempat di Timika.

Rita mengemukakan, saat ini terdapat jenis obat baru yang digunakan untuk mengobati penyakit malaria yaitu Dehidro Artemisinin Pepraquin (DHP).

Stok obat DHP di Indonesia saat ini dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan baik untuk permintaan rumah sakit pemerintah maupun swasta.

"Kita sudah menghitung kebutuhan obat ini se-Indonesia dan pemerintah menjamin persediaannya sangat cukup," jelas Rita.

Ia mengaku prihatin dengan kondisi di Papua terutama di Timika dimana sekitar 60 persen pasien malaria pergi berobat ke klinik swasta yang tidak menyediakan obat DHP.

Menurut Rita, ke depan klinik dan rumah sakit swasta bisa memperoleh dan menggunakan obat DHP untuk pengobatan pasien malaria mengingat obat tersebut gratis.

Pungutan kepada pasien hanya diberlakukan untuk pemeriksaan laboratorium dan jasa dokter, sementara untuk obat tidak boleh dipungut bayaran karena mendapat subsidi dari pemerintah.

Rita menambahkan, Kemenkes akan mendiskusikan dengan jajaran terkait lainnya tentang usulan Kabupaten Mimika agar obat DHP bisa disediakan di beberapa apotek.

Sejauh ini pendistribusian obat DHP belum dilakukan ke klinik swasta maupun apotek karena dikhawatirkan obat ini juga akan mengalami resistensi terhadap penyakit malaria akibat penggunaan yang tidak dikontrol.

"Kalau tanpa resep dokter akan sangat berbahaya. Kita semua harus menjaga agar tidak terjadi resistensi pada obat ini," tutur Rita.

Kepala Dinas Kesehatan Mimika, Erens Meokbun mengatakan stok obat DHP di Mimika saat ini dalam jumlah yang cukup.

Penggunaan obat DHP di Mimika untuk pengobatan penyakit malaria dilakukan sejak tahun 2006 dan hingga saat ini masih terbatas di RS pemerintah, beberapa Puskesmas, Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) milik LPMAK, RS AEA Tembagapura, Public Health and Malaria Control (PHMC) PT Freeport dan sejumlah klinik Malcon.

"Kita komitmen untuk menggunakan obat DHP. Kita mendapat bantuan dari pusat melalui provinsi, juga ada alokasi anggaran dalam APBD Mimika tahun 2011 untuk pengadaan obat tersebut," jelasnya.(Ant/*)

Batuk Berdahak Tidak Efektif Diberi Antibiotik

Minum antibiotik untuk batuk akut yang menghasilkan dahak hijau atau kuning hanya memiliki sedikit manfaat, demikian menurut penelitian terbaru.

Sebuah studi yang melibatkan lebih dari 3.000 orang dewasa dari seluruh Eropa menemukan bahwa pasien yang menghasilkan dahak berwarna lebih mungkin diresepkan antibiotik oleh dokter mereka. Sayangnya minum antibiotik tampaknya tidak mempercepat pemulihan mereka, demikian menurut studi yang dipublikasikan di European Respiratory Journal.

Batuk akut atau infeksi saluran pernapasan bawah merupakan alasan yang sangat umum bagi orang-orang untuk mengunjungi dokter mereka di Inggris.

Batuk berdahak berwarna hijau atau kuning juga merupakan salah satu alasan paling umum untuk dokter meresepkan antibiotik, karena mereka percaya batuk itu mungkin disebabkan oleh bakteri.

Tim dari School of Medicine di Cardiff University mengumpulkan data dari 13 negara Eropa untuk penelitian mereka, meminta pasien dan dokter untuk merekam gejala dan pengobatan untuk kondisi tersebut.

Para peneliti menemukan bahwa pasien yang menghasilkan dahak hijau atau kuning diberi resep antibiotik "jauh lebih sering" dibandingkan mereka mereka yang berdahak bening atau putih.

Mereka juga menemukan bahwa, setelah tujuh hari, perbedaan terbesar antara mereka yang dan tidak diobati dengan antibiotik kurang dari satu setengah persen poin pada skala keparahan gejala.

Profesor Chris Butler, yang memimpin studi itu, mengatakan, “Temuan kami seirama dengan dengan temuan dari percobaan acak di mana manfaat dari perawatan antibiotik dalam dahak yang menghasilkan warna hampir tidak ada pengaruhnya.”

"Temuan kami menambah bobot pesan bahwa batuk akut pada orang dewasa tidak sembuh lebih cepat dengan pengobatan antibiotik,” imbuh Profesor Butler seperti dilansir BBC. "Bahkan, resep antibiotik dalam situasi ini hanya dihadapkan pada efek samping dari antibiotik, merongrong masa depan, dan menggerakkan pada resistensi antibiotik."

Profesor Butler menambahkan, "Antibiotik bisa menyelamatkan nyawa orang, tetapi kita perlu untuk menjauhkan obat tersebut dari orang-orang yang tidak akan mendapatkan keuntungan dengan mengonsumsinya. Semakin banyak kita menggunakannya, semakin kecil kemungkinan antibiotik itu bekerja."

Prof Iwan Dwiprahasto, Guru Besar Farmakologi Universitas Gadjah Mada menuturkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa membahayakan kesehatan masyarakat secara global maupun individu. Bentuk penyalahgunaannya cukup beragam mulai dari tidak tepat memilih jenis antibiotik hingga cara dan lamanya pemberian.

"Kebiasaan memberikan antibiotik dengan dosis yang tidak tepat serta waktu pemberian yang terlalu singkat atau terlalu lama akan menimbulkan masalah resistensi yang cukup serius," ujar Prof Iwan dalam acara workshop jurnalis kesehatan di Depok, Sabtu (26/3).

Infeksi virus seperti demam, flu, batuk pilek, radang tenggorokan dan beberapa infeksi telinga merupakan infeksi yang tidak boleh diobati dengan antibiotik. Hal ini karena antibiotik membunuh bakteri dan tidak membunuh virus.(go4/*

Sumber : metrotv.news

Wednesday, January 26, 2011

Mengenal Batuk dan Pilek Lebih dekat

Siapa yang belum pernah terkena batuk pilek? Rasanya jarang ada
orang yang kebal batuk pilek. Penyakit ini mudah menyerang setiap
orang, tak pandang usia maupun jenis kelamin. Datangnya pun bisa
lebih dari sekali dalam setahun, terlebih pada anak-anak. Bagi
sebagian orang, penyakit ini malah sudah dianggap penyakit langganan
yang selalu datang setiap kali terjadi perubahan musim.

Batuk pilek beda dengan infleunsa
Biasanya gejala batuk pilek dimulai 2-3 hari setelah terjadinya
infeksi. Gejalanya sangat khas, yaitu bersin-bersin, hidung berair,
hidung tersumbat, batuk, suara serak. Hal itu bisa berlangsung
kurang lebih seminggu. Biasanya hanya 2-3 hari bila gejalanya
ringan, tapi bisa sampai 2 minggu bila gejalanya tergolong parah.
Namun bila sudah lebih dari 2 minggu gejala pilek belum hilang juga,
bisa jadi penyebabnya adalah alergi.

Umumnya orang sering terkecoh, menyamakan batuk pilek dengan
influensa. Gejala awalnya memang mirip, tapi gejala batuk-pilek
lebih ringan dibandingkan influensa. Influensa cenderung menimbulkan
demam, otot kaku, dan batuk yang lebih parah. Tetapi gejala
influensa yang ringan, bisa saja mirip dengan batuk pilek. Memang
cukup sulit membedakan berdasarkan gejala.

Baik batuk pilek maupun influensa sama-sama disebabkan oleh virus,
namun jenis virus penyebabnya berbeda. Jenis virus penyebab gejala
batuk pilek dan influensa jumlahnya bisa lebih dari 200 macam. Itu
sebabnya sulit bagi tubuh kita untuk membangun kekebalan. Karena
setiap kali virus yang menyerang bisa berbeda-beda.

Pilek terjadi karena kedinginan?
Selama ini, banyak orang beranggapan bahwa kedinginan bisa
menyebabkan pilek. Berdasarkan penelitian, ternyata tidak pernah
terbukti bahwa terpapar cuaca dingin, kedinginan, atau kepanasan
bisa menyebabkan pilek jika kita terinfeksi virus. Namun dr. Elson
M. Hass, seorang dokter dari Amerika yang menggabungkan pengobatan
konvensional dan alami, dalam artikelnya Staying Healthy with Dr
Elson Haas menjelaskan bahwa virus bukan satu-satunya penyebab batuk
pilek. Menurut dia, kekebalan tubuhnya lemah cenderung lebih mudah
terkena penyakit infeksi. Dan hal-hsl yang menyebabkan lemahnya
kekebalan tubuh, diantaranya adalah pola makan yang buruk, kurangnya
olahraga, stress, dan kurang tidur.

Nampaknya kita memang perlu lebih mewaspadai stres yang kita alami
sehari-hari. Karena berdasarkan penelitian, stres bisa menekan
kekebalan tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Ketika kita
stres, terjadi peningkatan pelepasan hormon kortikosteroid, jenis
hormon yang telah diketahui bisa menekan kekebalan tubuh terhadap
penyakit infeksi. Kehidupan modern yang cenderung menimbulkan stres
diduga merupakan salah satu penyebab tingginya kasus penyakit batuk
pilek di kota-kota besar.

Mengenai pilek yang terjadi setiap perubahan musim, menurut Dr. Haas
kemungkinan yang kita alami adalah gejala detoks alami yang
gejalanya memang mirip pilek. Ketika udara menjadi lebih dingin dan
lembab, tubuh cenderung membuang sisa-sisa metabolisme dan
membersihkan lendir yang berlebihan dan yang menyumbat jaringan sel
untuk melancarkan sirkulasi darah. Dengan begitu, kita bisa
menyesuaikan diri dengan cuaca di luar.

Tingkatkan imunitas tubuh
Karena belum ada obat yang bisa membunuh virus, maka penderita batuk
pilek biasanya cenderung membiarkan saja atau minum obat yang dijual
bebas bila gejalanya ringan. Mereka baru datang ke dokter jika
gejala yang dialami tergolong berat dan sangat mengganggu. Namun
dokter pun biasanya hanya memberikan vitamin dan obat penekan gejala
batuk pilek. Obat demam diberikan jika memang ada gejalanya.

Antibiotika terkadang juga diberikan dokter. Sebenarnya antibiotika
bukanlah obat yang tepat untuk virus, tetapi lebih cocok untuk
bakteri. Tetapi jika sampai terjadi komplikasi seperti infeksi
bakteri di bagian tengah telinga atau sinusitis, antibiotika dalam
hal ini memang diperlukan.

Nampaknya, upaya pencegahan lebih mudah dilakukan daripada usaha
pengobatan. Berdasarkan penelitian, 95% orang normal akan terinkfesi
jika ada virus yang masuk ke dalam hidungnya. Namun dari setiap
orang yang terinfeksi, hanya 75% yang mengalami gejala batuk pilek.
Dua puluh lima persen sisanya meski terinfeksi vrius, ternyata tidak
mengalami gejala apapun. Diduga hal ini disebabkan karena tubuhnya
memiliki sistem kekebalan yang lebih baik.

Jadi jika ingin mencegah terjadinya batuk pilek, maka tindakan yang
paling bijaksana pertama adalah meningkatkan kekebalan tubuh.
Caranya yaitu dengan memperbaiki pola makan, berolahraga teratur,
mengatasi stres dan tidur cukup.

Kita perlu mengurangi konsumsi camilan dan minuman olahan yang
mengandung gula. Juga makanan dan minuman yang mengandung aneka
pengawet serta pewarna buatan, karena bisa menurunkan jumlah sel-sel
darah putih dalam tubuh kita dan melemahkan kemampuan sel darah
putih melawan virus. Sebaiknya tiap hari kita mengkonsumsi makanan
yang sehat, bergizi seimbang dan dengan menu yang bervariasi.
Usahakan jangan sampai kekurangan protein, vitamin A, vitamin C, dan
Seng.

Cegah terjadinya penularan
Untuk mencegah terjadinya penularan, kita perlu memahami cara virus
ini memperbanyak diri dan menimbulkan infeksi. Yang menarik dalam
hal ini, virus penyebab batuk pilek hanya memperbanyak diri di dalam
sel hidup. Di luar sel hidup, virus tersebut tidak bisa memperbanyak
diri, tetapi bisa hidup sampai terhirup bersama udara hingga masuk
ke dalam hidung bisa langsung menimbulkan infeksi.

Virus batuk pilek juga bisa dengan mudah masuk ke dalam tubuh kita
lewat mulut, hidung atau mata. Biasanya kita memang mudah terkena
batuk pilek ketika berada di dekat orang yang batuk atau bersin-
bersin. Namun yang lebih sering, virus masuk dengan perantaraan jari-
jari kita karena kebetulan menyentuk benda-benda yang telah
terkontaminasi virus seperti pulpen yang terletak di meja, tombol
start pada mesin fax atau alat fotokopi, gagang telepon, pegangan
tangga atau pintu di tempat umum, atau ketika memencet tombol untuk
menyalakan lampu. Sedikit virus saja sudah cukup untuk menimbulkan
infeksi.

Pada anak-anak penularannya bisa lebih gampang lagi karena baik di
sekolah maupun di taman bermain, kemungkinan terjadinya kontak pada
waktu bermain bersama sangat besar. Juga kalau mereka bermain
bersama dengan menggunakan mainan yang sama. Jika salah satu
terinfeksi mudah sekali menularkan pada anak-anak yang lain.

Langkah-langkah berikut ini mencegah terjadinya penularan:

Jika kondisi tubuh Anda atau anak Anda sedang kurang fit, hindari
terlalu banyak kontak dengan penderita batuk pilek.

Sehabis kontak dengan penderia atau dengan benda-benda serta
permukaan tempat yang sekiranya telah terkontaminasi virus,
segeralah mencuci tangan. Mencuci tangan bisa melepaskan virus
penyebab batuk pilek dari tangan dan jari-jari. Gerakan mencuci
tangan tersebutlah yang melepaskan virus tersebut dari tangan dan
jari-jari. Sabun dan detergen biasa yang kita gunakan memang tidak
bisa membunuh virus tetapi bisa membantu melepaskannya dari tangan
dan jari-jari kita.

Jauhkan jari-jari ANda dari mata, mulut atau hidung.

Usahakan menghindar jika ada orang yang batuk atau bersin ke arah
Anda.

Bersihkan permukaan benda-benda keras di sekeliling Anda dengan
desinfektan.

Atasi dengan cara alami
Jika kita telah telanjur mengalami gejala batuk pilek, berikut ini
ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membantu mengurangi rasa
sakit dan mempercepat penyembuhan:

Pastikan tubuh ANda. Mendapat cukup istirahat di tempat tidur,
lepaskan sejenak rutinitas sehari-hari dan usahakan untuk menghalau
stres. Tubuh ANda perlu berisitirahat supaya mampu memerangi
penyakit ini.

Minumlah banyak cairan, terutama air putih, jus buah segar, atau teh
herbal panas.

Mengkonsumsi sup sayuran dengan bumbu bawang putih akan sangat
membantu. Karena bawang outih banyak mengandung bahan kimia yang
bisa berfungsi antimikroba, antivirus dan antiprotozoa.

Echinacea adalah herba yang telah dikenal bisa membantu mengatasi
batuk pilek. Namun herba ini hanya efektif jika dipergunakan saat
kita baru terinfeksi virus.

Vitamin C dalam dosis tetentu, meskipun tidak bisa mengobati,
setidaknya bisa mengurangi keparahan penyakit atau memperpendek
selang waktu terjadinya gejala.

Minyak esensial yang mengandung eucalyptus dan menthol telah lama
digunakan untuk mengatasi batuk pilek dan flu. Menthol banyak
terdapat pada minyak peppermint, sedang eucalyptus terdapat pada
minyak eucalyptus.

Untuk mengatasi batuk, buat ramuan madu dan jeruk nipis. Jika cukup
parah buatlah ramuan lidah buaya dan madu.

Sumber: Majalah Nirmala