Thursday, July 22, 2010

Ocky Karna Radjasa, Peneliti Mikroba Laut Peraih Cipta Lestari KEHATI Award Jelajahi Kepulauan, Buat Film Bareng Mira Lesmana

Keanekaragaman hayati yang melimpah ruah di Indonesia belum tergarap maksimal. Salah satunya keanekaragaman mikrobiologi laut. Padahal, potensi mikroba laut, salah satunya, sebagai sumber obat antikanker, antitumor, dan sumber pigmen alternatif sangat besar. Dr Drs Ocky Karna Radjasa M.Sc, staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip, salah satu ahli di bidang ini. Seperti apa?

DWINANDA ARDHI

---------------------------------------------

SELAMA ini organisme laut yang banyak dieksplorasi di Indonesia untuk kepentingan penelitian, umumnya masih terbatas pada invertebrata seperti hewan spons, karang lunak, kelinci laut, cumi-cumi. Juga dari tanaman jenis rumput laut.

Padahal, pengambilan organisme-organisme ini secara berlebihan bisa mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang. Apalagi faktanya waktu pertumbuhan hewan invertebrata dan tanaman laut tersebut relatif lama. Karenanya, penelitian organisme-organisme laut lain perlu lebih dikembangkan.

Berbekal fakta ini, Ocky memutuskan melakukan penelitian di bidang mikrobiologi laut. Ia menuturkan, "Bidang mikrobiologi laut masih menjadi bidang studi yang terabaikan di Indonesia. Saya yakin tidak ada lebih dari 10 doktor di bidang ini di Indonesia."

Ia juga menambahkan, penelitian di bidang ini dapat memberikan kontribusi keilmuan yang luar biasa di masa mendatang. Fokus penelitian pria kelahiran Purwokerto, 29 Oktober 1965 ini, berpusat pada upaya mencari mikroba laut yang berasosiasi dengan invertebrata terumbu karang.

Sebagai negara yang mendapat julukan megadiversity country atas keanekaragaman hayatinya, pemanfaatan mikroba laut di Indonesia yang bisa diisolasi di darat ternyata baru 1 persen saja. "Sisanya kita hanya tahu bahwa ada mikroba itu di laut, tapi belum bisa kita manfaatkan," ujarnya.

Pemanfaatan mikroba laut sebagai bahan penelitian mengandung beberapa keunggulan. Selain berpotensi menjadi obat ramah lingkungan, mikroba juga tak perlu waktu lama untuk tumbuh. Dalam waktu 6 jam saja, mikroba laut sudah bisa mencapai fase logaritma dengan jumlah sel yang bisa menjadi 2 kali lipat dari jumlah sel semula yang dimilikinya. Ini berbeda dengan invertebrata atau tanaman laut yang membutuhkan waktu relatif panjang untuk tumbuh.

Lulusan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto tahun 1989 ini mengaku mulai mendalami penelitiannya sejak 2002. Saat itu Ocky mulai aktif melakukan komunikasi melalui email dengan para ahli bidang mikroorganisme laut di berbagai universitas luar negeri.

Tak berapa lama kemudian, kesempatan untuk melakukan penelitian di Jerman selama 6 bulan datang kepadanya. Ayah dua orang anak ini pun mendapat kesempatan banyak belajar tentang mikroba laut yang berasosiasi dengan terumbu karang yang ternyata dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.

Penelitian yang didanai oleh University of Oldenburg Jerman itu menghasilkan temuan bahwa senyawa biotik yang terkandung dalam mikroba laut berpotensi untuk dijadikan berbagai sumber obat antikanker, antitumor, antibiotik, dan antibakteri. Juga antijamur, antivirus, antiperadangan, sumber enzim seperti amylase, tripase, lipase, dll, dan juga sebagai sumber pigmen alternatif.

"Selama ini orang masih banyak mengambil sumber pigmen dari tanaman, khususnya bunga. Padahal, untuk menghasilkan ekstrak warna yang tidak seberapa, jumlah bunga yang dibutuhkan relatif besar, " beber Ocky.

Mikroba yang dimanfaatkan peraih gelar Master of Science dari McMaster University, Hamilton, Canada, pada 1994 ini-- antara lain-- terdiri atas jenis pseudomonas, fibrio, bacyllus, dan actinomycetes.

Mikroba yang dipilih Ocky adalah jenis mikroba yang berasosiasi dengan terumbu karang. Beberapa jenis mikroba tertentu memang diketahui hidup bersimbiosis mutualisme dengan terumbu karang. Terumbu karang menghasilkan mucus sebagai sumber makanan mikroba. Sedangkan mikroba dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang mampu melindungi terumbu karang dari serangan bakteri yang bersifat pathogen.

Ocky termasuk peneliti beruntung. Ia banyak mendapatkan bantuan dana penelitian dari berbagai pihak, baik dalam dan luar negeri. Sepanjang 2004 hingga 2007, ia telah mendapat support dana.

Di antaranya dari program Riset Unggulan Terpadu Internasional Menteri Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Pemerintah Kanada, Indonesia- Italy Bilateral Program on Science and Technological Cooperation.

Juga dari Lienbergh Foundation America, International Foundation of Science, Swedia, United Nation University- Gwangju Institute of Science and Technology, Korea, dan dari Alexander von Humboldt Foundation, Jerman.

Karya penelitiannya pun hingga kini telah dipublikasikan dalam 8 jurnal internasional. Ia bersyukur karena respons yang diterima dari para pemberi dana terhadap hasil penelitiannya positif.

"Tanggapan mereka luar biasa. Apa yang mereka harapkan tercapai karena dana bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, diketahui orang banyak, dan memberikan kontribusi internasional. Lewat jurnal internasional, orang bisa membaca apa yang saya kerjakan," beber Ocky.

Kerja keras Ocky tak sia-sia. Pada 2006, ia memperoleh penghargaan Cipta Lestari KEHATI Award dari Indonesian Biodiversity Foundation. Ia dianggap sebagai pionir di bidang pemanfaatan mikroba laut yang bermanfaat bagi eksplorasi kenekaragaman hayati di Indonesia. Penelitiannya dianggap memiliki keunikan dan belum pernah dilakukan peneliti lain di negeri ini.

Penghargaan KEHATI tersebut juga membawanya pada sebuah pengalaman baru. Pada 2007, Ocky berkesempatan untuk bekerjasama dengan Mira Lesmana membuat sebuah film dokumenter. Tema film penyelamatan lingkungan di Pulau Kakaban, Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur.

Film yang disutradarai oleh Riri Reza dan dibintangi aktor Nicholas Saputra itu bercerita tentang usaha-usaha untuk menyelamatkan ekosistem Pulau Kakaban yang unik.

Di tengah pulau itu terdapat sebuah danau yang airnya asin. Semua organisme yang ada di danau itu pun adalah organisme yang biasa ditemukan hidup di laut. "Di seluruh dunia, ekosistem ini hanya ada dua. Satu di Indonesia dan satu lagi di Pulau Palau, Filiphina," ujar pemimpin redaksi Journal of Coastal Development ini.

Di film yang berjudul Nicholas Saputra and The Miracle of Cacaban Island ini Ocky bertugas memberikan pengetahuan yang memperkuat sisi keilmuan dari sisi akademis.

Ocky juga patut berbangga. Sebab kini sudah semakin banyak peneliti yang mulai mengikuti langkah penelitiannya. "Pengurangan tekanan terhadap kehidupan terumbu karang sudah mulai terasa. Secara keilmuan, penelitian yang menggunakan invertebrata sudah mulai berkurang. Sekarang mereka mulai berpikir untuk memanfaatkan mikrobanya saja," beber pria yang sempat diundang mengajar sebagai dosen tamu di UKSW Salatiga, Unsoed, dan IPB ini.

Apa yang telah dicapai Ocky bukanlah tanpa pengorbanan. Penelitiannya seringkali mengharuskan Ocky terjun ke lapangan selama berhari-hari meninggalkan istri dan dua buah hatinya.

Proses eksplorasi mikroba untuk penelitiannya dilakukan dengan menjelajahi wilayah-wilayah Indonesia. Seperti Kepulauan Karimun Jawa, Tenate, Maumere, dll.

Pria yang menamatkan pendidikan S3 di University of Tokyo, Jepang pada 2001 ini menuturkan, "Ya dari keluarga sebenarnya cukup berat ya. Penelitian di lapangan itu kan beririsiko, perjalanannya, cuacanya, dan lokasinya. Anak dan istri cemas, kuatir, wajarlah."

Namun Ocky menuturkan bahwa bentuk pengakuan dan penghargaan yang diterima atas kerja keras penelitiannya tidak bisa dinilai dengan uang." Itu kepuasan batin bagi kami," tambahnya.

Ocky masih menyimpan sejuta harapan akan penelitiannya. Pertama, ia ingin lebih banyak melibatkan masyarakat dalam budidaya invertebrata terumbu karang agar lebih banyak masyarakat yang tahu tentang teknik konservasi.

"Para akademisi juga bisa memanfaatkan hasil budidaya mereka sebagai sumber untuk melakukan screening mikroba sehingga pengambilan dari laut bisa berkurang," ujarnya.

Kedua, ia ingin mengunjungi wilayah-wilayah di Indonesia yang belum tersentuh untuk lebih mempelajari keanekaragaman mikroba yang terkandung di dalamnya. Ketiga, menghasilkan buku ajar di bidang mikrobiologi laut.

Keempat, melakukan regenerasi peneliti di bidang ini. Selanjutnya ia juga berharap dapat menemukan senyawa baru yang terkandung di dalam tubuh mikroba yang dapat memberikan manfaat positif. Terakhir, berharap agar support dana riset bisa terus ada. "Agar saya juga bisa terus meneliti," pesannya. (*/isk)

Sumber: jawapos.co.id

2 comments:

  1. Hai, salam kenal.
    Menarik ceritanya, mengangkat keunikan alam ke dalam ranah hiburan dan ilmiah. Salam buat pak Ocky.

    ReplyDelete
  2. Salam Kenal juga Bang Andreas, bagaimana kabarnya? apakah masih di Raja Ampat? terima kasih

    ReplyDelete